Rabu, 16 Maret 2016

REVIEW AND MORAL VALUE OF FILM

Title                 : 9 Summer 10 Autumns
Genre              : Drama
Sutradara         : Ifa Isfansyah
Produser          : Edwin Nazir
                          Arya Pradana
Penulis             : Ifa Isfansyah
                          Fajar Nugros
  Iwan Setyawan ( novel)
Pemain            : Shafil Hamdi Nawara memerankan Iwan kecil 
   Ihsan Tarore memerankan Iwan (panggilan Bayek)
   Alex Komang memerankan Ayah Iwan
                           Dewi Irawan memerankan Ibu Iwan
   Dira Sugandi memerankan Inan, kakak iwan
   Hayria Faturrahman memeranan Mida sahabat kecil Iwan
Durasi             : 120 menit
Bahasa             : Bahasa Indonesia




“9 SUMMER 10 AUTUMNS”

Film ini diangkat dari sebuah novel yang ditulis oleh Iwan Setyawan yang sangat menginspiratif. Film ini mengkisahkan seorang anak ibarat sebuah kata-kata “from zero to hero”. Film ini berawal dari seorang anak laki-laki yang tumbuh besar bersama keluarganya yang sederhana di sebuah kampung di kaki Gunung Panderman, Malang yang mempunyai cita-cita sangat tinggi akan tetapi ekonomi keluarga yang sangat terbatas yang jauh dari kata layak. Dia adalah Iwan yang diperankan oleh Ikhsan Tarore. Dia tumbuh dari keluarga pas-pas an yang mana ayahnya hanya sebagai sopir angkot yang sangat mengharapkan Iwan tumbuh menjadi laki-laki tangguh yang dapat membatu mencari penghidupan untuk keluarganya dan ibunya yang hanya tamat Sekolah dasar, dan dia mempunyai 2 kakak perempuan dan adik perempuan. Bagaimanapun Iwan lah anak laki-laki satu-satunya yang pastinya orang tua sangat menaruh harapan besar padanya. Dia lebih suka membantu ibunya didaour dibanding menbantu ayahnya memperbaiki mesin-mesin angkot anyahnya. Ayahnya pun selalu menganggap Iwan sebagai anak yang lembek dan sangat penakut yang membuat ayahnya kecewa pada Iwan. Akan tetapi, dia selalu membuktikan bahwa dia bukan anak laki-laki yang selalu dianggap lembek. Namun seiring berjalannya waktu dia membuktikkan bahwa anggapan anyahnya selama ini salah besar, semangat dia yang mampu membuat dia tumbuh menjadi anak yang cerdas dalam hal Matematika / hitung menghitung dan bermimpi untuk membangun kamar sendiri yang tidak kecil seperti rumahnya yang sekarang. Hidup bertujuh dengan segala sesuatu yang terbatas, membuat Iwan bahkan tak memiliki kamar sendiri.
Bermodalkan otak yang encer dalam hal hitung menghitung serta dukungan penuh dari ibunya, Iwan nekat menantang dirinya sendiri dengan menimba ilmu di IPB yang jaraknya ratusan kilometer dari rumah. Meski awalnya diselimuti keraguan untuk melepas sang anak, ayahnya pun akhirnya memberi restu yang dibuktikan melalui dijualnya angkot yang menjadi sumber penghasilan utama demi ditukar dengan uang untuk menjadi biaya hidup Iwan selama di Bogor. Sebungkus plastik hitam yang berisi uang menjadi langkah awal dan modal awal menuju kesuksesan dengan segala mimpi-mimpinya sewaktu kecil. Dengan kecerdasan disertai kerja keras, ketekunan, harapan, serta sikap ‘nrimo’, Iwan perlahan tapi pasti mulai memetik hasilnya. Bocah polos dari Kota Apel, Malang yang dianggap anak lembek yang tidak bisa berbuat apa-apa, sekarang menjadi sesosok anak laki-laki yang mampu menduduki posisi terhormat di sebuah perusahaan besar di Big Apple, New York. Pendidikan dan tekad yang kuat yang mampu membuat dia menjadi seseorang yang benar-benar seseorang tanpa ada satu orangpun yang mampu menyepelekannya dan mampu mengangkat harkat martabat keluarganya. Anak polos yang sekarang berdiri tegak dengan segala khayalan sewaktu kecil mampu dia wujudkan  dengan segala perjuangan dan pendidikan yang membentangkan kesuksesannya.

Moral Value of this film
The film reminds us of the meaning of a determination, sacrifice, struggle, and love the family and education. Education in this era very need in any case, through education will we able to choose the future, decide the future and be able to realize the beautiful dreams that have been assembled since childhood.
The film also teaches the meaning appreciate someone. Do not judge a person's physical, take a look at someone of shortcomings, instead of their shortcomings have enormous advantages. As the words "Do not judge the book by the cover" if only one sentence but extraordinary meaning. Because the physical does not guarantee anything. Look at the contents before judging someone.
This is the most important, family is the place the first time we know what the real meaning of life, the family is a problem-solving, and the family that became a major influence our future could be. Do not be like the Iwan’s father who always underestimate his. In fact, it is not just the parents how to raise a child, but how to make a child becomes more aware of knowing, from zero to hero. A child sometimes need words of support instead of words underestimate.
One thing is very positive, there is no any parents who want their children difficult, sad though sometimes parents often sacrifice what they have for their children's success. Strong desire that is able to make us human are humanized. Be human different from other human beings, even though sometimes it's different cause problems.
“Keep on fighting to reach what we want to”

Film yang mengingatkan kita arti sebuah tekad, pengorbanan, perjuangan, serta kasih sayang keluarga serta pendidikan. Pendidikan di era sekarang sangat dibutuhkankan dalam hal apapun, melalui pendidikan lah kita mampu memilih masa depan, memutuskan masa depan serta mampu mewujudkan mimpi-mimpi indah yang telah dirangkai sejak kecil.
Film ini juga mengajarkan arti menghargai seseorang. Jangan menilai seseorang dari fisik,  lihatlah seseorang dari kekurangannya, karena dari kekurangannya tersimpan kelebihan yang sangat besar. Seperti kata-kata ini “ Don’t judge the book by the cover” meski hanya 1 kalimat tapi maknanya luar biasa. Karena fisik tidak menjamin apapun. Lihatlah isinya sebelum menilai seseorang.
Ini yang paling penting, Keluarga adalah tempat pertama kalinya kita mengetahui apa makna kehidupan sebenarnya, keluarga adalah tempat penyelesaian masalah, dan keluargalah yang menjadi pengaruh besar kita kelak bisa menjadi apa. Jangan seperti ayah Iwan yang selalu menganggap remeh anaknya. pada kenyataannya, orangtua itu bukan hanya bagaimana cara membesarkan seorang anak tetapi bagaimana menjadikan seorang anak dari mengetahui menjadi lebih mengetahui, from zero to hero. Seorang anak kadang-kadang membutuhkan kata-kata dukungan bukan kata-kata meremehkan.

Satu hal yang sangat positif, tak ada orangtua manapun yang menginginkan anaknya susah, sedih meski terkadang orangtua sering mengorbankan apa yang mereka miliki demi kesuksesan anaknya. Keinginan yang keras yang mampu menjadikan kita menjadi manusia yang dimanusiakan. Jadilah manusia yang berbeda dengan manusia yang lain, meski terkadang beda itu menimbulkan masalah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar